Dapatkan buku-buku karya Usni Arie terbaru (Penebar Swadaya Jakarta), Panen Lele 2,5 Bulan, Panen Bawal 40 Hari, Panen Ikan Mas 2,5 Bulan, Panen IKan Patin 3 Bulan. Tersedia kumpulan artikel budidaya ikan air tawar (23 jenis ikan), kumpulan artikel budidaya nila gesit. Miliki buku Kiat Sukses Beternak Kodok Lembu. Hubungi 081 563 235 990.

24 April 2008

MUTIARA AIR TAWAR (Freshwater Pearl - Anodonta sp.)

PENGARUH BERBAGAI KEDALAMAN TERHADAP PROSES PELAPISAN DAN IMPLANTASI INTI MUTIARA PADA KERANG Anodonta sp DI KOLAM TERKONTROL

Artikel ini ditulis oleh : Budi Rahman (Penelitinya)

Abstract

Fresh water pearl oyster Anodonta sp having morphology look like Heryopsis sp, so that anable to be used pearls production. Which implantation material were used plastic nucleus (Ø 2 mm). Implantation to be done with placing the nucleus on nacre of shell, between anterior and posterior muscle. The result of experiment show that the thickness everage of best pearl coating become of depth treatment 60 cm and 90 cm. The thick of pearl coating during 8 month culture is 0,60 mm in 60 cm and 90 cm depth of water, also 0,45 mm in 30 cm depth. Percentages of result of highest implantation there are at oyster which is culture in 30 cm depth (83,33 %), 61,11 % in 60 cm depth and 33,30 % in 90 depth. The highest survival rate become of 30 cm depth (93,30 %), survival rate in 60 cm depth is 86,60% and 43,30 % in 90 cm depth.

Key Words : Fresh water pearl oyster (Anodonta sp), implantation, pearl coating process

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerang air tawar jenis Anodonta sp ditemukan pertama kali di wilayah perairan Indonesia sekitar tahun 1969. Keberadaannya diduga masuk bersamaan dengan ikan nila yang didatangkan dari Taiwan, pada fase glochidia (stadia larva) kerang berada di bagian insang ikan. Individu ini selanjutnya tumbuh dan berkembang biak di areal perkolaman rakyat sebagai komunitas bentos yang tidak pernah diketahui potensinya. Pemanfaatan hasil yang dilakukan petani selama ini hanya mengambil daging sebagai tambahan pakan bebek dan babi, sementara cangkang maupun kemampuan biologisnya memproduksi mutiara belum banyak diketahui.

Pada saat ini negara yang sudah populer sebagai produsen mutiara air tawar adalah China dan Jepang. Di China, mutiara dihasilkan dari jenis kerang strain Heryopsis cumingii dengan areal produksi hampir di seluruh wilayah perairan air tawar di negara tersebut. Sedangkan di Jepang mempergunakan strain H. Schlegelii, lokasi budidaya dipusatkan di Danau Biwa dan Danau Kasumigaura (Day,1949). Keunggulan komparatif yang menyebabkan harga mutiara air tawar relatif mahal adalah warnanya yang khas yaitu pink, kekuningan, keunguan, putih sutra dan keemasan (KHI, 2006).

Jika dibandingkan dengan Jepang, Indonesia mempunyai wilayah perairan air tawar yang jauh lebih luas, yaitu berupa kolam, sungai, situ, waduk dan danau. Potensi perairan yang ada sangat memungkinkan untuk pengembangan dan pemberdayaan kerang air tawar. Pada saat ini jenis yang umum ditemukan diperairan Indonesia, baik di sungai maupun danau dengan morfologi menyerupai Heryopsis sp adalah Margaritifera sp dan Anodonta sp (Moorkens,1999). Untuk usaha budidaya mutiara secara komersial, selain dibutuhkan areal budidaya yang cukup dan kualitas air yang baik, juga diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang bioekologi, khususnya anatomi dan faktor lingkungan, serta perlu pengkajian ilmiah secara terus - menerus.

Kegiatan budidaya kerang Anodonta sp di kolam terkontrol, telah dilakukan oleh Budi Rachman sejak tahun 2005. Kajian yang dilakukan antara lain polikultur antara kerang Anodonta sp dengan ikan nila dan mola di Karamba Jaring Apung, implantasi inti dan pemeliharaan kerang di kolam dengan kedalaman yang berbeda. Percobaan ini dilakukan mengingat masih terbatasnya informasi tentang budidaya mutiara air tawar, sehingga hasilnya diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi untuk pengembangan kegiatan rekayasa teknologi budidaya mutiara air tawar.

Tujuan

· Untuk mengetahui teknik implantasi inti mutiara pada kerang mutiara air tawar

· Mengetahui lama waktu pemeliharaan atau pelapisan mutiara dan sintasan.

METODA

KONTAK : BUDI RACHMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelapisan Inti

Perkembangan inti selama proses pemeliharaan 8 bulan dilihat dengan cara pembedahan, hasil pengukuran menunjukkan adanya penambahan diameter ukuran. Pada kedalaman pemeliharaan 60 cm dan 90 cm ketebalan pelapisan mutiara mencapai 0,6 mm atau dari ukuran inti 2,0 mm menjadi 2,6 mm. Mutiara yang dihasilkan pada kedalaman 60 dan 90 cm, secara berturut-turut adalah 61,11 % dan 83,33 %. Sedangkan pada kedalaman air 30 cm ketebalan lapisan mutiara sekitar 0,45 mm dan hasil mutiara sekitar 33,30 %.

Ketebalan lapisan mutiara pada kedalaman 60 cm (0,60 mm) tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan kedalaman 90 cm (0,60 mm), tetapi keduanya berbeda nyata (P <>oC) lebih tinggi dibanding kedalaman di bawahnya. Menurut Pacatipunan (1984) kerang mutiara air tawar Lamellidens marginalis dan Perreynia daccaensis tumbuh dengan baik di tambak pada kedalaman 60 – 100 cm. Sedangkan menurut Tun dan Winanto (1988) pada produksi mutiara di perairan laut, proses pelapisan mutiara berkorelasi dengan kedalaman, semakin dalam posisi organisme maka proses pelapisan mutiara akan semakin lambat, namun warna-kilau mutiara yang dihasilkan lebih indah dan kualitas mutiaranya lebih tinggi.

Pada percobaan ini, kilau dan warna mutiara yang diperoleh dari kedalaman 60 dan 90 cm lebih baik jika dibanding yang dipelihara pada kedalaman 30 cm. Pada kedalaman 30 cm pelapisan mutiaranya tipis, sehingga mutiara kurang berkilau pada saat kerkena sinar. Menurut Salman and Southgate (2005) secara umum, warna dan kualitas nacre pada cangkang dapat menjadi indikator kualitas mutiara yang dihasilkan.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa posisi inti menempel pada cangkang bagian dalam (nacre), sehingga hasilnya berbentuk mutiara blister (setengah bulat). Adanya penambahan ukuran inti pada akhir pemeliharaan memperlihatkan bahwa inti yang diimplankan di bawah mantel telah berhasil menjadi mutiara atau dilapisi lapisan mutiara. Menurut Dwiponggo (1976) dan Winanto (1992) adanya benda asing (inti) yang menempel pada mantel bagian luar secara alami akan dilapisi oleh lapisan induk mutiara (mother of pearl) yang menyebabkan terbentuknya lapisan prismatik. Besar kecilnya mutiara yang terbentuk tergantung dari ketebalan lapisan prismatik atau lama pemeliharaan dan ukuran inti yang diimplankan.

Data rata-rata ketebalan pelapisan mutiara, hasil implantasi dan sintasan kerang Anodonta sp yang dipelihara selama 8 bulan pada kedalam air 30, 60 dan 90 cm. Kedalaman 30 cm, ketebalan lapisan mutiara 0,45 cm, hasil implantasi 83,33 persen, dan sintasan 93,33 persen. Kedalaman 60 cm, ketebalan lapisan mutiara 0,60 cm, hasil implantasi 61,11 persen dan sintasan 86,60 persen. Kedalaman 90 cm, ketebalan lapisan mutiara 0,60 cm, hasil implantasi 33,30 persen, dan sintasan 43,30 persen.

Keterangan: superscript yang tidak sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P <>

Hasil Implantasi

Hasil implantasi menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan (P < style=""> yang nyata (P <>

Hasil implantasi tertinggi terjadi pada kedalaman 30 cm (83,33 %) dan terendah pada kedalaman 90 cm (33,30 %). Hal ini diduga karena lingkungan perairan khususnya suhu dan DO pada kedalaman 30 cukup sesuai untuk pembentukan lapisan mutiara. Menurut Dan and Gu (2000) dan Skinner et al (2003) suhu yang baik untuk budidaya kerang adalah 15 – 25 oC dan DO lebih dari 3 ppm. Sedangkan suhu rata-rata selama percobaan 25,47 oC dan DO 3,14 ppm (30 cm), suhu rata-rata pada kedalaman 90 cm adalah 24,33 oC dan DO 2,40 ppm.

Sintasan

Sintasan rata-rata kerang yang dipelihara pada kedalaman air 30 cm adalah 93,30 %, sedangkan pada kedalaman air 60 cm sekitar 86,60 % dan 43,4 % pada kedalaman air 90 cm. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa sintasan rata-rata pada kedalam 30 cm tidak berbeda nyata (P > 0,05) dengan 60, tetapi keduanya berbeda nyata (P <>

Sintasan tertinggi terjadi pada kedalaman 30 cm dan terendah pada kedalaman 90 cm, hal ini diduga karena kebutuhan oksigen ( rata-rata 3,14 ppm) pada kedalaman 30 tercukupi sedangkan pada kedalaman 90 cm (rata-rata 2,40 ppm) dan 60 cm (rata-rata 2,70 ppm) kurang. Menurut Boyd (1990) oksigen terlarut merupakan faktor pembatas bagi organisme yang dibudidayakan, karena menurut Dan and Gu (2000) oksigen yang baik untuk budidaya kerang air tawar lebih dari 3 ppm. Parameter lingkungan lain yang rendah pada kedalaman 90 cm adalah suhu rata-rata 24,30 oC dan pH rata-rata 6,40, sedangkan menurut Dan and Gu (2000) suhu antara 15 – 25 oC dan pH 7 – 8 merupakan kisaran yang baik untuk kelangsungan hidup kerang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan budidaya mutiara air tawar, maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Proses pelapisan mutiara terbaik terjadi pada kedalaman air 60 cm dan 90 cm. Ketebalan pelapisan mutiara selama masa pemeliharaan 8 bulan adalah 0,60 mm pada kedalaman air 60 cm dan 90 cm, serta 0,45 mm pada kedalaman air 30 cm.

b. Persentase hasil implantasi tertinggi terdapat pada kerang yang dipelihara pada kedalaman 30 cm 83,33 %, 61,11 % pada kedalaman 60 cm dan 33,30 % pada kedalaman 90 cm.

c. Sintasan terbaik terjadi pada kedalaman air 30 cm (93,30 %), sedangkan sintasan pada kedalaman air 60 cm adalah 86,60 % dan 43,30 % pada kedalaman 90 cm.

Saran

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang posisi penempatan inti bulat pada organ bagian dalam dan mantel.

b. Diperlukan kajian terhadap jumlah dan diameter inti optimum, serta lama pemeliharaan, sehingga dapat dihasilkan mutiara dengan kualitas tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C. F., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural Experiment Station. Birmingham Publishing Co. Birmingham, Alabama. 482p.

Day. A., 1949. Pearl Culture in Japan. Fish and Wildlife Service. United States Departement of The Interiror. USA.

Dan,.H. and Gu, R., 2000. Freshwater Pearl Culture and Production in China. Chinese Academy of Fisheries Sciences. Jiangsu Province China.

Departemen Pertanian, 1978. Mengenal Kijing Taiwan (Anodonta woodiana, Lea). Balai Informasi Pertanian. Ciawi.

Dwiponggo, A., 1976. Mutiara (bab 1). Lembaga Peneltian Perikanan Laut. Jakarta

Effendie, I., 1979. Metode Biologi Perkanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor.

KHI., 2006. Pearl Grading Freshwater, Tahitian and Akoya Pearl. Tahiti.

Moorkens, E.A., 1999. Conservation Management of The Freshwater Pearl Mussel Margaritifera margaritifera. Part 1: Biology of the species and its present situation in Ireland. Irish Wildlife Manuals, No. 8.

Pacatipunan, R., 1984. Technical Assistance on Oyster and Pearl Culture in Bangladesh. FAO/UNDP. Fisheries Advisory Services Project (BGD 81/034), Bangladesh. 70p.

Rachman.B, D. Hasbullah, Rahmat. 2005. Penerapan Polikultur Antara Kijing (Heryopsis Sp) Dengan Ikan Nila Dan Mola Dalam Upaya Produksi Calon Induk Dan Mutiara Air Tawar . Laporan Tahunan Perekayasaan.Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi.

Salman, H. A and Southgate, P. C., 2005. Mantel Regeneration in The Pearl Oyster Pinctada fucata and Pinctada margaritifera. Jur. Aquaculture 246: 447-453

Skinner, A., Mark, Y and Lee, H. 2003. Ekology of The Freshwater Pearl Mussel. Conserving Natura 2000 Rivers. Ekology Series No.2. United Kingdom.

Standar Nasional Indonesia. 1999. Benih ikan Nila Hitam (Orechromis niloticus Bleeker) Kelas Benih Sebar. Badab Standar Nasional Indonesia. Jakarta.

Tun, M. T., and Winanto, T., 1988. Manual on Pearl Farming in Indonesia. FAO/UNDP. Seafarming Development Project. INS/81/008/Manual/11.

Winanto.T, S. Pontjoprawiro, dan M. Murdjani. 1992. Budidaya Mutiara. Balai Budidaya Laut Lampung.