Malam itu, jam dinding menunjukan pukul sepuluh. Suasana di rumah Pak Somad sudah sepi. Pak Somad dan istrnya sudah terlelap tidur. Demikian juga dengan anak-anaknya yang lain. Mungkin mereka kelelahan setelah seharian bekerja membereskan berbagai perala-tan selama hajatan. Dari jauh bersahutan terdengar suara katak liar dan binatang malam lainnya.
Kamal, seorang pengantin baru yang baru saja dari kamar mandi langsung masuk kamar dan menutup pintunya. Lampu lima wat yang menerangi kamar segera dimatikan, membuat suasana kamar berubah menjadi gelap. Dia memang terbiasa tidur dalam keadaan seperti itu. Sementara sinar lampu teras menerobos melalui lubang angin kamarnya, sehing-ga keadaan kamar tidak terlalu gelap, jari tangan masih terlihat.
Kamal membaringkan tubuhnya di samping Narti, gadis yang baru saja dinikahinya. Terlihat olehnya langit-langit ka-mar. Sesuatu yang belum pernah dirasakan terbayang dibenaknya. Dia berharap semua itu dapat dilakukan-nya. Namun dia tidak tahu, bagaimana harus memulai-nya. Hatinya bergetar tiada henti. Khawatir dia tak bisa berbuat apa-apa.
Suasana semakin sepi. Tak ada suara orang di luar ka-marnya. Hanya suara kodok liar dan binatang malam yang terdengar di telinganya. Sekali-kali terdengar pula suara air yang mengairi kolam di samping kamarnya. Mungkin air yang mengalir ke kolam itu kecil.
Kamal masih memandang langit-langit kamar. Bayangan sesuatu yang belum pernah dialaminya terus bercokol dalam benaknya. Sekali-kali matanya melirik wajah istrinya. Cantik sekali, bisik hatinya. Tak salah rasanya dia memilih istri. Selain cantik, ternyata hatinya sangat baik.
Tak puas melirik wajah itu, dia mencoba membalikan tubuhnya. Kini selain bisa memandang wajah istrinya, dia juga bisa memandang seluruh tubuhnya. Timbul gejolak dalam hatinya. Perasaan sebagai pria sejati. Tangannya mulai beraksi. Tentu saja, tahap pertama yang ingin dila-kukannya, membelai rambut indah istrinya. Pelan-pelan jari tangan itu bergerak mendekati bagian itu.
“ Cring...... “ tiba-tiba terdengan suara aneh. Suara itu sangat nyaring, karena suasana memang sepi.
Tantu saja dia sangat terkejut mendengarnya. Niat untuk membelai rambut itu diurungkannya, dan tangannya ditarik lagi. Kini pandangannya beralih ke arah sumber suara itu, dengan mengangkat kepalanya. Cukup lama dia memandang lubang angin itu. Saat memandang ke sana, tiba-tiba saja suara itu langsung lenyap.
Kembali Kamal membalikan tubuhnya dan memandang wajah istrinya. Namun yang dipandang tetap diam. Wajah itu nampak semakin cantik. Dia yakin kalau Narti sengaja menanti apa yang akan dilakukannya. Kamal mengerti dengan perasaan itu.
Kembali Kamal dengan aksinya. Tangannya bergerak mendekati rambut indah itu. Tentu saja untuk membelai-nya. Belaian yang beda dari biasanya. Dia ingin memper-lakukan istrinya dengan halus.
“ Cring..... “
Kembali suara itu terdengar. Bahkan kali ini suara itu semakin jelas di telinganya dan datang dari lubang angin. Dia pun kembali terkejut. Segera dia mengangkat kepa-lanya, memandang kembali ke arah lubang angin itu, sambil memasang telinganya. Tentu saja untuk membuk-tikan kebenaran suara itu. Suara apa sih, tanyanya dalam hati. Sepertinya suara golok yang keluar dari serangkanya.
“ Sek...kesek kesek.... cring.....”
Suara apalagi itu. Kamal makin kaget. Tangannya dide-katkan denga daun telinganya, untuk mengetahui lebih jelas suara itu.
“ Sek...kesek kesek.... cring.....! Sek...kesek kesek.... cring.....”
Kembali suara itu terdengar di telinganya. Brengsek, suara apa sih, bisiknya. Kamal penasaran. Dia diam, untuk mengetahui lebih jauh. Betul saja suara itu me-mang terdengar jelas, telinganya terasa sangat ngilu. Betul. Seperti suara sebuah golok sedang diasah.