Dapatkan buku-buku karya Usni Arie terbaru (Penebar Swadaya Jakarta), Panen Lele 2,5 Bulan, Panen Bawal 40 Hari, Panen Ikan Mas 2,5 Bulan, Panen IKan Patin 3 Bulan. Tersedia kumpulan artikel budidaya ikan air tawar (23 jenis ikan), kumpulan artikel budidaya nila gesit. Miliki buku Kiat Sukses Beternak Kodok Lembu. Hubungi 081 563 235 990.

02 May 2008

Kolam kecil depan rumah

Bagi Laila, seorang ibu rumah tangga beranak satu, memiliki kolam kecil di depan rumah sudah menjadi impiannya sejak lama. Menurut Laila, tempat itu banyak sekali manfaatnya. Selain bisa untuk memelihara ikan, tempat itu juga digunakan untuk mencuci pakaian, piring, serta mecuci kaki, kalau mau masuk rumah. Makanya, saat mertua memberikan sebidang tanah di pinggir kali, dia sangat senang. Diapun langsung meminta Somad, suaminya untuk membuat sebuah rumah. Nanti jika rumah itu sudah selesai, dia akan meminta Somad agar membuat sebuah kolam kecil di depan rumah itu.

Karena rasa cinta yang sangat besar pada Laila, tanpa pikir panjang Somad langsung memenuhi permintaan itu. Buat apa kerja banting tulang, kalau bukan untuk istri dan anak, itulah yang ada dalam benaknya. Dengan uang tabungan yang ada dan uang hasil penjualan beberapa perhiasan Laila, dia mulai membangun rumah sesuai dengan permintaan istrinya, dan dalam waktu kurang satu bulan, rumah berdinding bilik itu sudah selesai, dan berdiri diantara rumah-rumah lain yang sudah dihuni oleh penduduk kampung itu.

Laila tahu kalau Somad sangat menyayanginya. Bukti itu sudah dirasakan selama ini. Kebutuhan hidup sehari-hari hampir tak kekurangan. Demikian juga dengan kebutuhan lain, seperti pakaian, dan perhiasan. Somad memang seorang pekerja keras. Kini bukti lain sudah jelas, sebuah rumah. Sederhana, tapi sangat menyenangkan hati. Hanya satu yang belum dia minta, sebuah kolam kecil.

“ Alhamdulillah ya Kang, rumah kita sudah selesai “ kata Laila pada suatu malam sebelum tidur.

“ Ya. Kita harus bersyukur pada Allah ! Kamu senang, La ? Somad menimpali kata-kata istrinya.

“ Tentu saja, Kang. Berarti hidup kita bisa belajar mandiri. Malu sama orang lain, kalau kita numpang terus sama Ema. Lagi pula, saya ingin sekali melahirkan anak kedua ini di rumah itu “

“ Syukurlah kalau kamu senang “

“ Tapi, ...... Ada satu hal lagi, Kang “ potong Laila.

“ Ada apa lagi, La ?

“ Menurut Laila, rasanya belum lengkap kalau di depan rumah kita belum ada kolam kecil. Malu dong Kang kalau setiap kali aku harus ikut sama tetangga “

“ Oh itu. Akang mengerti, La. Kalau begitu, biar besok Akang menyuruh Mang Jumali untuk membuatnya “

“ Kolamnya dibuat depan kamar ya, Kang !

“ Ya, La. Tunjukan saja dimana maumu !

000

Besoknya Mang Jumali terlihat menggali tanah. Beberapa utas tali yang terikat pada tiang-tiang bambu menjadi pembatas. Somad sengaja membawa Laila untuk menunjukan, letak, bentuk dan ukuran kolam yang akan dibuat. Letaknya tepat depan kamar, samping pintu masuk. Bentuknya empat persegi panjang, dengan panjang 2 m, lebar 1,5 m, dan dalam 1 m. Itu yang diminta Laila yang diungkapkan pada Somad dan Mang Jumali.

Mang Jumali melakukan pekerjaan itu sesuai dengan yang diminta sang majikan, mulai dari letak, bentuk, dan ukurannya. Seperti kolam-kolam penduduk di desa itu, kolam yang sedang dibuatnya juga dilengkapi dengan lubang air masuk dan lubang air keluar. Lubang air masuk dibuat di samping kali, agar memudahkan saat memasukan air, sedangkan lubang pembuangan dibuat agak jauh. Bagian-bagian itu dibuat dari beberapa potong paralon.

Bedanya, kebanyakan kolam-kolam penduduk, pematangnya tidak ditembok atau, hanya diberi tumpukan batu saja, kolam yang sedang dibuat Mang Jumali akan ditembok. Kebetulan batako, semen dan pasir masih tersisa bekas membuat rumah. Dalam empat hari, Mang Jumali sudah dapat menyelesaikan pekerjannya. Namun setelah selesai, kolam itu tidak langsung diisi air, tetapi dibiarkan dulu agar temboknya kering.

Setelah temboknya kering, kolam itu langsung diisi air dari kali hingga penuh, dan air tersebut dibiarkan terus mengalir setiap saat. Kini nampaklah didepan rumah itu sebuah kolam kecil. Indah sekali, dan lengkaplah sudah semua. Yang diimpikan Laila sejak lama kini sudah terkabul. Laila tinggal menggunakan sesuai dengan keinginan. Tentu saja, dia sangat senang. Sebagai tanda terima kasih pada Somad, dia berjanji akan setia dan menjadi istri yang baik selamanya.

Selang beberapa hari, Laila pindah. Dibantu beberapa orang tetangga, Somad membawa semua barang-barang miliknya. Dalam beberapa jam saja, barang-barang yang tidak begitu banyak itu sudah mengisi rumah baru itu, dan diletakan di beberapa bagian rumah sesuai dengan keinginan Laila. Syukuran kecil dilakukan pada malam hari yang dihadiri oleh sesepuh dan tetangga.

000

Yang dibayangkan Laila memang benar. Kolam kecil depan rumah banyak sekali manfaatnya. Setiap hari, dia dapat mencuci piring, dan pakaian di tempat itu, tanpa harus numpang ke kolam tetangga. Sisa-sisa makanan bisa langsung bisa dibuang ke kolam itu, sebagai makan ikan. Selain itu, setiap kali akan masuk ke rumah, dia selalu mencuci kaki yang kotor. Hal itu dilakukan pula oleh Somad, dan Milah, anak satu-satunya yang berumur tiga tahun.

Lebih-lebih setelah dia melahirkan bayi, dimana pekerjaan sehari-hari bertambah banyak, karena selain harus mencuci piring, dan pakaian, tentu saja dia juga harus mengurus Milah, dan anak keduanya. Dia bersyukur punya kolam, sehingga pekerjaan itu tidak begitu berat. Somad tak tinggal diam melihat kesibukan istrinya, diapun turun tangan, membantu pekerjaan itu. Kembali dia dapat merasakan betapa manfaat kolam itu.

“ Laila ! panggil mertuanya, saat Laila sedang menyusui bayinya. “ Besok Ema mau pulang dulu. Karena sudah terlalu lama Ema tinggal di sini “ sambungnya.

Laila terlihat kaget mendengar perkataan itu, kenapa orang tua itu ingin pergi meninggalkannya, padahal dia merasa sangat sibuk mengurus bayi, dan anaknya. Belum lagi, kini Somad sudah mulai mendapat pekerjaan lagi di tempat yang agak jauh, pergi pagi, pulang sore hari.

“ Memangnya ada apa sih, Ma ? tanya Laila kaget. “ Kok Ema mau pergi ? Ela senang kok Ema tinggal di sini “ sambungnya.

“ Ema tahu, La. Tapi bagaimana dengan Si Abah di sana, kasihan dia enggak punya teman. Lagi pula, Ema yakin, pasti seisi rumah sudah tak beres. Maklum Si Abah kan setiap hari harus pergi ke sawah “

“ Ya sudah. Kalau Ema mau pulang !

Laila duduk menghadap mertuanya. Seekor nyamuk yang terbang di depannya ditepuk hingga terbang ke luar kamar. Kemudian dia membetulkan selimut yang tidak menutupi kaki Si Kecil.

“ Laila, biar kamu enggak terlalu sibuk, besok Si Milah di bawa sama Ema. Biar dia tinggal beberapa hari di sana. Nanti Ema bawa lagi ke sini “

“ Jangan, Mak. Ela kan enggak punya teman. Lagi pula, Milah tidak begitu mere-potkan Ela, kok “

“ Enggak apa-apa tuh, La. Sehari atau dua hari “ tiba-tiba Somad muncul dari ruang tengah. Sebuah tas yang cukup besar berada di tangan kanan, sedangkan tangan kiri menggandeng Milah. Rupanya dia baru pulang kerja. “ Kamu mau kan, Mil “ tanya Somad pada Milah.

Milah mengangguk sambil tersenyum, dia mengangkat muka, memandang muka Somad, setelah itu dia memandang ibu dan nenek. Wanita tua terlihat senang sekali. Sedangkan Laila tak bisa berbuat apa-apa, terpaksa dia harus memenuhi permintaan mertua, dan merelakan Milah berpisah dengannya.

Namun siapa orang tua yang bisa tahan berpisah dengan anak, jangankan berhar-hari, mungkin dalam beberapa jam saja, dia akan kehilangan dan mencari bila anak itu tidak ada di dekatnya. Itu dirasakan Laila, setiap hari dia merasakan kerinduan yang mendalam. Karena perasaan itulah, Laila meminta Somad untuk menjemput Milah dan membawa ke hadapannya. Seminggu merupakan waktu yang sangat lama bagi Laila, dan cukup menyiksa bathinnya.

Pada mulanya, Somad kurang begitu setuju dengan permintaan Laila, karena dia merasa tidak dapat membantu selama ini dan Milah bisa merepotkan Laila. Namun akhirnya dia mengerti perasaan Laila. Diapun akhirnya menjemput Milah, dan pada malam harinya Milah sudah muncul di hadapan Laila. Rasa rindu Laila yang ditunjukan pada Milah, dengan memeluk, dan mencium berkali-kali, kemudian membuatkan makanan kesukaan anaknya. Pesta kecilpun segera berlansung malam itu juga.

000

Paginya, sesudah mandi, Milah minta ijin pada ibunya untuk main, karena sudah seminggu Milah tidak bertemu dengan teman-teman sepermainannya. Laila mengerti dengan perasaan itu, dan diapun mengijinkan permintaan Milah, serta berpesan agar hati-hati, dan tidak boleh nakal. Milah akhirnya meninggalkan ibunya. Namun belum begitu lama, Milah sudah kembali, dan langsung menghampiri adiknya di kamar yang sedang diberi bedak oleh Laila.

“ Ya Allah. Habis main di mana kamu ? tanya Laila.

“ Dari rumah Sefa, Ma “ jawab Milah.

“ Kakimu kotor sekali. Cepat cuci dulu kakimu di kolam depan ! bentak Laila.

Milah mengangguk. Tanpa bicara lagi, dia keluar kamar. Sedangkan Laila mengambil beberapa buah baju dari sebuah lemari, dan memakainya pada Si Kecil. Setelah itu, dia menyusui bayi itu. Cukup lama Laila menyusui, hingga akhirnya Si Kecilpun tertidur. Tak terasa pula, diapun ikut tertidur. Dia lupa dengan Milah yang masih di kolam depan.

“ Laila.... Laila “ tiba-tiba terdengar panggilan seorang lelaki.

Laila kaget mendengar panggilan itu. Diapun terbangun, dan langsung duduk, kemudian memandang Si Kecil yang sedang tertidur pulas.

“ Laila “ kembali teriakan itu terdengar di telinganya. “ Itu boneka siapa di kolam ? tanya lelaki itu.

Boneka, tanyanya dalam hati. Pertanyaan itu telah mengingatkan pada Milah. Diapun langsung bangkit dan berlari ke depan rumah. Sampai di depan rumah, dia melihat Mang Sukri sedang jongkok di pinggir kolam, sedangkan tangan meraih rambut boneka itu dari kolam, dan mengangkatnya.

“ Ya Allah, Laila. Ini Milah, anakmu “ teriak Mang Sukri.

Bagai petir disiang bolong, Laila mendengar teriakan Mang Sukri. Entah apalagi yang dilakukan Mang Sukri, Laila tidak melihat lagi, karena tubuhnya terkulai lemas. Saat terbangun, dia melihat banyak orang yang mengerumuninya, dan setelah sadar dengan semua yang sudah terjadi, diapun kembali tak sadarkan diri.

000

Kini duka menyelimuti hari-hari Laila. Milah, buah hatinya telah pergi untuk selama-lamanya. Tak mungkin, dan tak mungkin akan kembali lagi. Masa-masa indah bersama Milah selalu mengisi relung hatinya. Saat dia mengandung, saat dia melahirkan, saat dia menyusui, dan dia saat memberi makan. Terkenang pula, saat Milah sedang bermain di rumah orang tuanya, juga di rumah barunya. Tawanya, nakalnya, dan segala yang ada pada diri Milah selalu terbayang di pelupuk mata.

Selain itu, diapun teringat dengan kolam kecil depan rumah. Tempat yang dulu diimpikan. Tempat yang sehari-hari digunakan untuk mencuci piring, pakaian, dan mencuci kaki. Ternyata kolam kecil itu, tidak hanya telah memberikan kepuasan padanya, tetapi juga telah menjadi malapetaka. Akhirnya dia meminta Somad untuk menutup kolam itu dengan tanah, rata seperti sediakala, agar dia bisa melupakan tempat itu. Meski dia bisa melukakan kolam kecil depan rumah, namun kenangan manis bersama Mila tak mungkin dapat dilupakan sepanjang hidupnya.