Dapatkan buku-buku karya Usni Arie terbaru (Penebar Swadaya Jakarta), Panen Lele 2,5 Bulan, Panen Bawal 40 Hari, Panen Ikan Mas 2,5 Bulan, Panen IKan Patin 3 Bulan. Tersedia kumpulan artikel budidaya ikan air tawar (23 jenis ikan), kumpulan artikel budidaya nila gesit. Miliki buku Kiat Sukses Beternak Kodok Lembu. Hubungi 081 563 235 990.

18 April 2008

Kalau orang lain bisa, kenapa kita enggak

Adanya keinginan mendorong seseorang untuk bertindak sebagai usaha dalam mewujudkan keingian itu. Untuk keinginan yang mudah, misalnya suatu kebiasaan, maka tindakan itu dapat dilakukan langsung, tanpa melalui sutau proses terlebih dahulu.

Sedangkan untuk keinginan yang sulit, perlu tindakan lain. Secara naluri orang itu akan berpikir lebih jauh sesuai dengan kemampuan dirinya. Bila merasa tidak mampu, orang itu akan bertanya kepada orang lain.

Bisa juga tindakan itu dilakukan untuk melengkapi pemikirannya. Bila merasa tidak mampu juga, orang itu akan membaca buku, majalah, koran atau bacaan lainnya sebagai referensi. Bisa juga tindakan itu dilakukan untuk memperkuat pemikiran. Pemikiran yang baik akan melahirkan sebuah rencana yang baik, lengkap dengan langkah-langkahnya.

Adanya keinginan mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Yaitu gerakan anggota tubuh yang mengarah pada perwujudan keinginan itu. Setiap tindakan yang dilakukan tergantung pada tingkat kesulitan keinginan itu dan kemampuan yang ada dalam diri orang itu.

Untuk satu keinginan yang mudah, misalnya kebiasaan sehari-hari, maka dengan reflek dia akan melakukan tindakan itu, tanpa harus meminta bantuan kepada orang lain. Misalnya seorang anak SD (Sekolah Dasar) ingin minum. Maka dengan reflek, dia akan mengambil gelas, mendekati teko, menuangkan air ke dalam gelas, lalu meneguk air itu. Selesai sudah, anak itu telah mewujudkan keinginannya.

Sedangkan untuk keinginan yang sulit, misalnya ingin mengemudikan sepeda motor, tentu anak itu tidak langsung melakukannya, karena sepeda motor itu hanya beroda dua, kalau miring akan sulit menahannya karena berat, kalau sudah jalan beriksiko tinggi, bisa menabrak orang atau ditabrak orang lain.

Secara naluri anak gigih akan berusaha mencari jalan bagaimana mewujudkan keingian itu. Dia akan mengukur sesuai dengan kemampuan dirinya. Bila merasa tidak mampu, orang itu akan bertanya kepada orang lain. Bisa juga tindakan itu dilakukan untuk melengkapi pemikirannya.

Bila merasa tidak mampu juga, orang itu akan membaca buku, majalah, koran atau bacaan lainnya sebagai referensi. Bisa juga tindakan itu dilakukan untuk memperkuat pemikiran. Pemikiran yang baik akan melahirkan sebuah rencana yang baik, lengkap dengan langkah-langkahnya.

Sedangkan untuk keinginan yang sulit, perlu tindakan lain. Secara naluri orang itu akan berpikir lebih jauh sesuai dengan kemampuan dirinya. Bila merasa tidak mampu, orang itu akan bertanya kepada orang lain. Bisa juga tindakan itu dilakukan untuk melengkapi pemikirannya.

Bila merasa tidak mampu juga, orang itu akan membaca buku, majalah, koran atau bacaan lainnya sebagai referensi. Bisa juga tindakan itu dilakukan untuk memperkuat pemikiran. Pemikiran yang baik akan melahirkan sebuah rencana yang baik, lengkap dengan langkah-langkahnya.

Namun terkadang rencana yang baik itu tidak bisa langsung dilaksanakan, karena adanya keraguan, hingga timbul satu pertanyaan, mampukah saya meraihnya. Orang yang berbakat sukses akan menemukan jawabannya. Kalau yang lain bisa kita juga pasti bisa.

Lalu bagaimana cara meyakinkan ungkapan itu. Kita bisa mulai dengan melihat keadaan diri setiap manusia dan membandingkan dengan keadaan kita. Kita akan mendapatkan gambaran keadaan mereka, kita juga bisa melihat keadaan kita. Dari gambaran itu akan lahir suatu keyakinan. Keyakinan yang akan membawa kita untuk bisa meraih satu keinginan.

Pada dasarnya semua manusia itu sama. Manusia lahir dalam keadaan tak berdaya atau tidak punya kekuatan. Tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar dan juga tidak bisa bergerak. Tak bisa melihat karena waktu lahir matanya tertutup. Tak bisa mendengar karena alat pendengarannya belum sempurna.

Tidak bisa bergerak karena organ pergerakannya belum berfungsi. Baru setelah beberapa hari mulai terjadi perubahan. Mata mulai terbuka, mulailah dia bisa melihat, tapi masih remang-remang. Telinga mulai merekah, mulailah dia bisa mendengar, tapi masih belum jelas. Otot-otot mulai tumbuh, mulailah dia bisa bergerak. Tapi masih pelan.

Manusia juga lahir dalam keadaan telanjang atau tak memakai apa-apa, tak juga sehelai kain. Itu juga menandakan kalau semua manusia itu sama. Setelah beberapa hari tubuhnya mulai terbungkus pakaian.

Pakaian yang sangat sederhana. Itupun bukan jerih payahnya. Tetapi, berkat kasih sayang ibunya. Setelah dewasa barulah dia bisa berpakaian sendiri, bahkan bukan hanya berpakaian, tapi juga bisa membeli dengan uangnya sendiri.

Secara fisik keadaan manusia juga sama. Memiliki kepala, tangan dan kaki serta anggota badan lainnya. Semua itu juga dimiliki kita. Manusia diberi akal, napsu dan naluri. Kita juga diberi oleh Allah. Itulah kekuatan.

Secara naluri keinginan akan timbul. Namun dengan kekuatannya manusia bisa meraih keinginan itu. Dan kita juga bisa melakukan seperti mereka. Apa sih yang tak bisa. Justru kita harus bisa membuat sesuatu dimana orang lain tidak, sehingga akhirnya buka kita yang mengikuti orang lain tapi orang lain yang mengikuti kita.

Caranya, kita dapat mengerahkan seluruh potensi yang ada dalam diri kita. Kita diberi akal, gunakan akal kita untuk berpikir mencari jalan terbaik. Kita bisa mencari ilmu. Dengan ilmu kita bisa membuat rencana, mengatur langkah demi langkah, serta menduga segala kemungkinan adanya kendala atau masalah yang akan timbul.

Lalu menyiapkan jalan lain untuk memecahkan masalah itu. Yakin-lah dengan potensi kita. Karena setiap manusia bisa meraih suatu keinginan tnetu dengan mengunakan akalnya.

Kita diberi kaki, gunakan kaki kita untuk melangkah ke tempat tujuan. Jangan berjalan kalau bisa berlari. Dengan cara itu kita akan cepat sampai di tujuan. Kita diberi tangan gunakan tangan kita untuk melakukan pekerjaan.

Jangan lemah gemulai, gerakan tangan itu dengan cepat. Dengan cara itu kita bisa lebih cepat menyelesaikan pekerjaan. Kita diberi mata, gunakan mata kita untuk mengamati setiap kejadian, mengamati setiap benda, serta membantu tangan kita dalam melakukan pekerjaan.

Kita diberi telinga, gunakan telinga kita untuk mendengar setiap informasi, mendengar saran-saran orang lain sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pekerjaan. Kita diberi anggota badan yang lainnya, gunakan anggota badan itu untuk membantu kelancaran setiap pekerjaan.

Kita sering melihat teman atau orang lain dapat melakukan sesuatu yang dimana kita tidak bisa. Padahal kita tahu kemampuan kita melebihi dirinya. Spontan kita terkejut. Muncul pertanyaan, kok dia bisa begitu, kenapa dia bisa begitu, sejak kapan dia bisa begitu dan bagaimana dia bisa mendapatkannya.

Tentu saja semua pertanyaan itu tak akan mungkin segera terjawab, sebelum ditanyakan kepada orang itu. Muncul pula keinginan dalam diri kita. Lalu kita bayangkan andai saja saya bisa. Bahagia sekali rasanya. Namun keinginan itu tak akan mungkin segera terkabul. Karena untuk mewujudkan suatu keinginan harus melalui proses.

Ini terjadi pada Andi, teman saya. Suatu pagi dia tiba di kantor. Tapi tidak jalan kaki seperti kemarin, dia sudah mengendarai sebuah mobil. Awalnya teman-temannya, termasuk tidak memperdulikan mobil itu, karena tidak tahu pemiliknya, kaca mobil gelap sehingga tidak mengetahui siapa yang duduk di belakang stir.

Tapi ketika yang turun Andi, sebagian diantara mereka terkejut. Itu terlihat dari perubahan rauk mukanya. Entah apa yang ada dalam benak mereka. Senangkah atau sebaliknya iri, bagi Andi tak peduli, dia terus berjalan ke ruang absen. Saya menghampiri Andi dan bertanya tentang mobil itu. Saya tidak percaya, seorang pegawai rendahan seperti dia bisa membeli sebuah mobil.

Saya baru percaya, waktu dia katakan kalau mobil itu hasil dari bisnisnya. Dia katakan juga, kamupun bisa membeli sebuah mobil. Karena keahlianmu sama dengan keahlian saya. Motivasinya tepat, setahun kemudian saya dan beberapa orang teman yang lain sudah ada yang bisa membeli sebuah mobil. Tentu saja, karena saya dan mereka mengikuti jejak Andi.

Ini terjadi pada saya. Tahun pertama perkuliahan, saya tidak bisa bicara, mulut seperti terkunci. Jangankan mengungkapkan pendapat, bertanyapun saya tak mampu. Rasanya tak ada keberanian untuk melakukannya, tak percaya diri dan minder.

Sedangkan teman-teman saya pandai bicara, mulai dari bertanya sampai mengeluarkan pendapat, kadang dibarengi kritik dan saran. Kadang-kadang terjadi perdebatan dengan dosen dan sesama teman.

Saya iri kepada mereka. Senang rasanya kalau saya bisa bicara seperti mereka, dimana saya bisa mengungkapkan konsep-konsep pemikiran dari mulut saya. Kadang-kadang timbul keinginan dan ingin mencoba memberanikan diri, namun pada saat akan bicara, semua yang akan saya ungkapkan hilang ditelan bumi.

Akhirnya saya hanya bisa bengong menjadi penonton setia. Timbulah keraguan, bisakah saya mengikuti kuliah. Untunglah enambulan kemudian dibagi transkip. Dewi fortuna berpihak pada saya, karena saya masuk sepuluh besar.

Sedangkan nilai teman saya yang pandai bicara jauh dibawah nilai saya, bahkan ada yang harus ikut ujian susulan. Dari situlah saya menilai, mereka hanya bisa ngomong, bermulut besar, tapi otaknya tidak sepintar bicaranya.

Mereka mulai malu dengan saya, sedangkan dalam diri saya timbul satu motivasi yang sangat besar, hingga muncul satu ungkapan saya harus bisa. Mulailah saya mengingat kembali cara bicara mereka, mencari referensi. Sebuah buku berjudul cara berpidato menjadi dewa penolong.

Tapi saya lupa siapa pengarang dan penerbitnya. Saya mencoba menyusun konsep bicara, meski ketika akan saya ungkapkan kembali konsep hilang kecemplung di lautan. Keberanian itu belum muncul, rasa tidak percaya masih bercokol.

Beruntung, seorang teman mengajukan pertanyaan dalam sebuah diskusi khusus untuk saya. Dengan gemetar saya menjawabnya. Jawaban itu mendapat acungan jempol dan tepat.

Sejak saat itu, saya mulai berani bicara, meski masih berantakan dan tidak sistematis. Namun semakin lama cara bicara saya semakin baik, bahkan mata kuliah seminar mendapat nilai sangat memuaskan. Hanya dengan ungkapan saya harus bisa, hasilnya luar biasa.

Lulus kuliah, olah vokal itu saya tunjukan kepada teman dan atasan saya dalam sebuah diskusi. Teman-teman bangga dan atasan menilai positif pada diri saya, hingga dia memberikan hadiah sebuah jabatan.

Tak sampai disitu, kemampuan bicara sangat dekat dengan menulis buku. Karena orang yang pandai bicara sebenarnya bisa menulis. Bila tak percaya, bisa coba. Ajukan sebuah pertanyaan padanya.

Dia akan reflek menjawab pertanyaan itu dengan baik dan sistematis seperti kebiasaannya. Rekam jawaban itu. Rekaman itu akan menghasilkan sebuah tulisan seperti dalam sebuah buku.

Itulah yang saya lakukan, selain seorang penulis, Heru Susanto yang terus memotivasi saya. Naskah buku pertama selesai dalam setahun, maklum dalam menulis buku masih belajar, belum tahu bab mana yang harus didahulukan dan bab mana yang harus belakangan.

Naskah itu saya tawarkan ke beberapa penerbit, tapi tak satu penerbitpun yang menerima. Saya beranggapan naskah itu tidak layak untuk diterbitkan. Belum terbit buku pertama, saya buat lagi buku kedua dan tawarkan lagi ke beberapa penerbit.

Beruntung ada sebuah penerbit yang bersedia menerbitkan buku itu. Bahkan naskah yang dulu dimintanya. Dalam sebulan, dua buah buku saya terbit. Sampai sekarang saya sudah menulis sebelas judul buku dan beredar di toko-toko buku di seluruh pelosok nusantara.

Saya puas sekali, karena dengan buku saya bisa berbagi ilmu kepada pembaca. Itulah ilmu yang bermanfaat. Buku ini juga salah satu karya saya. Hasil sebuah ungkapan, saya harus bisa.

Relasi saya, Antony Hari juga punya ungkapan yang sama. Saya harus bisa, kalau yang lain bisa, saya pasti bisa. Tahun 1996, dia bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Karena cerdas dan punya konsep pemasaran yang hebat, dia selalu disisihkan teman-temannya, hingga akhirnya dia keluar dari perusahaan itu.

Berbekal pengalaman dan keyakinan, dia dan istrinya mencoba mendirikan perusahaan dengan nama PT Dian Kencana Putranisa. Dia terapkan konsep-konsep pemikirannya. Saya tahu persis bagaimana cara dia memotivasi karyawannya. Kamu harus bisa, katanya.

Sungguh luar bisa hasilnya. Dalam waktu dua tahun, perusahaan itu berkembang pesat dan memiliki hampir seratus kantor cabang di seluruh Indonesia dengan karyawan mencapai hampir sepuluh ribu orang. Dia menjadi milyuner. - bersambung -