Keinginan itu naluri. Kita lahir dari sebuah keinginan. Yaitu keinginan orang tua kita untuk mempunyai anak sebagai keturunannya. Karena anak akan membuat mereka bahagia. Berbagai jalan ditempuh untuk mewujudkan keinginan itu, mulai dari mencari pasangan, melamar sampai kemudian mereka menikah.
Hasilnya seorang bayi yang mungil dan lucu. Mereka bahagia. Karena keinginan itu telah terwujud. Pesta kecil segera dilakukan untuk menyambut kehadiran bayi itu dan mensyukuri kebahagiaan yang telah diraih.
Setelah bayi lahir keinginan lain timbul. Misalnya, ingin bayinya sehat. Karena bayi yang sehat akan membuat mereka bahagia. Mereka merawat bayi itu dengan penuh kasih sayang. Tak mengenal waktu. Seluruh waktu dihabiskan untuk bayi itu mulai pagi sampai malam hari bahkan sampai pagi lagi.
Tak ada kata lelah. Seluruh tenaga dan pikiran tercurah. Bila bayi itu segera dibawa ke dokter. Hasilnya anak itu sehat. Mereka bahagia, karena keinginan lain juga telah terwujud. Senyum menhiasi hari-hari mereka.
Setelah anaknya sehat keinginan lain tetap timbul. Ingin anak itu menjadi anak yang baik, cerdas dan patuh padanya. Karena anak yang baik, cerdas dan patuh akan membuat mereka bahagia.
Mereka mendidik anak itu sebaik-baiknya mulai dari cara bicara sampai dengan cara berprilaku yang baik. Tak hanya sampai disitu, mereka memasukan ke sekolah agama, ke sekolah umum lalu ke peguruan tinggi.
Saat itu yang dikorbankan bukan hanya waktu, tenaga dan pikiran, tapi juga uang dan harta lainnya. Mereka bekerja banting tulang mencari uang untuk membiayai pedidikan anaknya. Hasilnya anak itu menjadi anak yang baik, cerdas dan patuh. Sungguh kebahagiaan yang tiada taranya.
Tak hanya dari orang tua, anak juga mempunyai keinginan. Keinginan itu muncul sejak bayi. Pertama dia ingin menyusu. Karena hanya dengan menyusu, bayi itu akan bahagia. Namun dia belum bisa apa-apa, jangankan bicara memberi isyaratpun tidak bisa. Akalnya mulai bekerja untuk mencari jalan, maka menangislah bayi itu.
Hanya cara itu yang mampu dilakukan dan berharap ibunya mengerti dengan tangisan itu. Dengan penuh kasih ibunya memenuhi keinginan itu. Bayi itu bahagia dan tangispun berhenti. Sebuah senyuman manis ditunjukan sebagai ungkapan terima kasih.
Setelah menyusu, keinginan lain muncul dari bayi itu. Ingin makan. Dengan makan, bayi itu akan bahagia. Namun kembali keinginan itu hanya bisa ditunjukan dengan tangisan. Karena bayi itu belum mampu untuk bicara atau menggerakan anggota badan sebagai suatu isyarat. Ibupun mengerti dengan tangisan itu.
Dengan penuh kasih sayang pula ibunya memberi makan. Bukan makanan biasa, tapi makanan khusus bayi yang bergizi tinggi. Bayi itu bahagia. Keinginan lain telah terkabul. Kembali dia tersenyum lucu sebagai ungkapan terima kasih.
Setelah beberapa bulan keinginan lain muncul. Ingin digendong, ingin diajak bercanda, ingin dimandikan, ingin diganti popoknya dan keinginan lainnya. Bayi itu sangat bahagia apabila keinginannya dikabulkan. Kalau tidak, bayi itu akan menangis sebagai ungkapan kekecewaan.
Besar sedikit keinginan lain lagi. Ingin dibelikan baju baru, sepatu baru, tas sekolah baru dan keinginan lainnya. Bila tidak dikabulkan akan marah. Ungkapan kekecewaan itu mulai ditunjukan dengan kata-kata. Mulailah karakter anak itu terlihat.
Demikian pula setelah dewasa. Bahkan keinginan itu terkadang melebihi dari keinginan ketika anak itu bayi atau ketika masih kecil. Ingin masuk di sekolah favorit, ingin dibelikan handphone, ingin dibelikan motor, ingin masuk ke peguruan tinggi, ingin dibelikan mobil dan keinginan lainnya.
Kalau tidak dikabulkan dia akan marah. Ungkapan kekecewaan itu tak hanya dengan kata-kata tapi juga kadang dengan gerakan tangan. Karakter anak itu semakin terlihat. Sikap itulah yang kadang membuat orang tua menjadi kecewa.
Begitu seterusnya keinginan terus muncul. Dimulai sejak bangun tidur. Ingin badannya segar, ingin mendekatkan diri pada Allah, ingin menghilangkan haus, ingin perutnya kenyang dan masih banyak keinginan lain. Yang pasti sebuah keinginan akan mendorong kepada suatu tindakan. Ingin berbadan segar tentu harus mandi.
Ingin mendekatkan diri kepada Allah tentu harus shalat. Ingin menghilangkan haus tentu harus minum. Ingin perutnya kenyang tentu harus makan. Demikian juga dengan keinginan lain harus dibarengi dengan tindakan.
Lalu bagaimana melakukan tindakan itu. Tentu sebelumya harus tahu dulu cara-caranya, harus tahu dulu ilmunya. Setelah tahu harus membuat rencana dan mengatur langkah demi langkah. Untuk suatu keinginan yang merupakan kebiasaan tentu rencana itu sudah ada dan sudah tersusun dalam otak secara reflek. Misalnya kalau kita ingin mandi tentu kita akan mengambil handuk lebih dahulu, lalu pergi ke kamar mandi.
Di kamar mandi kita akan menggosok gigi, membuka baju, menyiram badan, memberi sabun lalu membasuhnya berkali-kali hingga bersih. Setelah itu kita akan mengeringakn dengan handuk dan ke luar kamar mandi badan kita sudah segar. Senang rasanya. Satu keinginan telah diraih.
Apa yang telah dikemukanan di atas merupakan salah satu contoh dari keinginan. Tapi keinginan itu sangat mudah diraih, karena mandi adalah kebiasaan sehari-hari. Bagaimana cara mandi sudah lengket dalam otak. Lalu bagaimana dengan keinginan lain, misalnya sebuah keinginan yang sulit.