Mendengar sering dianggap orang sebagai tindakan fasif dan tidak berguna. Sebuah anggapan yang didasarkan pada sikap pendengar ketika sedang mendengarkan pembicaraan. Mereka melihat kalau orang yang sedang mendengarkan pembicaraan lebih bersikap diam atau tak bereaksi, tertunduk, tersenyum sendiri, hanya sekali-kali memandang si pembicara, lalu diam dan tertunduk lagi. Selintas seorang pendengar nampak seperti orang bego, yang seolah-olah tunduk kepada si pembicara dan pengecut, tidak berani melawan. Anggapan lainpun timbul, bahwa mendengar itu sikap orang yang lemah.
Itu anggapan itu keliru. Mendengar bukan tindakan fasif, tapi sebaliknya, tindakan aktif. Jangan artikan mendengar hanya dari sikapnya, tapi harus dilihat lebih jauh. Karena dalam diri pendengar terjadi suatu proses yang membutuhkan energi tinggi. Diam bukan berarti bego atau pengecut, tetapi dalam keadaan itu dia sedang berusaha agar bisa konsentrasi atau sedang konsentrasi penuh. Aktivitas ini sangat membantu dalam menciptakan suasana yang baik bagi dirinya, sehingga suara pembicara terdengar dengan jelas.
Mendengar adalah proses komunikasi antara dua pihak, yaitu pembicara sebagai sumber informasi dan pendengar sebagai penerima. Namun proses itu hanya berjalan satu arah. Yang aktif hanya pembicara, sedangkan pendengar hanya diam. Agar proses itu bisa berjalan lancar maka suasana harus tenang. Terlebih lagi kegiatan itu tidak menggunakan media. Selain itu kondisi pendengar harus baik agar bisa konsentrasi dengan penuh. Suasana yang gaduh dapat merusak konsentrasi pendengar, sehingga penyaluran informasi tidak berjalan baik.
Dalam proses komunikasi, diam diibaratkan sebagai kunci. Kita tahu kunci adalah alat untuk membuka sesuatu. Kunci kita bisa gunakan untuk membuka pintu sebuah rumah, sehingga kita bisa masuk ke dalam rumah itu dan bisa tinggal di dalamnya sambil menikmati hidup dengan nyaman dan tenang dengan istri dan anak-anak. Kunci kita bisa gunakan untuk membuka brancast, sehingga kita bisa tahu berapa jumlah uang yang ada di dalamnya. Kunci juga kita bisa gunakan untuk menghidupkan mobil hingga mobil bisa jalan. Dan masih banyak benda lainnya yang bisa dibuka dengan kunci.
Karena dengan mendengar kita akan diam, sehingga bisa menerima informasi yang lebih jelas dan lengkap, termasuk sesuatu yang kita perlukan. Dengan mendengar kita bisa menunjukan sikap baik kita, sehingga orang lainpun akan menunjukan sikap yang sama. Dengan mendengar kita bisa menahan diri, sehingga bisa menghindari terjadinya konflik. Selain itu dengan mendengar kita bisa menjadi orang yang selalu bersikap sabar dan tenang, sehingga kita bisa berpikir lebih jernih.
Perlu kita sadari, bahwa sebagian besar informasi yang kita peroleh, termasuk semua ilmu yang kita miliki sekarang merupakan hasil dari mendengar, hasil kerja keras alat pendengaran, yaitu telinga. Demikian juga dengan informasi yang kita butuhkan dimasa yang akan datang tentu saja perlu juga untuk mendengar. Alangkah bodohnya orang yang selalu menutup telinganya, karena tidak mau mendengar sesuatu yang baik.
Kita telah diberi oleh Allah dua mata, dua telinga dan satu mulut. Ketiganya harus difungsikan dengan maksimal. Mata berfungsi untuk melihat. Yaitu melihat segala sesuatu yang ada di sekitanya, termasuk orang, hewan, tumbuhan dan benda-benda lainnya. Dengan fungsinya itu mata mampu membaca dan membedakan setiap fenomena dan kejadian alam, seperti keadaan cuaca, keadaan tanah, keadaan langit, keadaan laut dan keadaan warna setiap benda. Namun mata tidak mampu mengetahui suatu benda tanpa benda itu nampak di depannya. Itulah salah satu kekurangan mata.
Telinga berfungsi untuk mendengar. Yaitu mendengar segala sesuatu yang ada di sekelilingnya, termasuk suara orang, suara binatang dan suara benda lainnya. Dengan fungsinya telinga mampu membedakan setiap suara yang terdengar. Membedakan antara suara orang dengan suara binatang, suara motor dengan suara mobil, suara air dengan suara petir. Bahkan telinga mampu mengenal setiap suara, meski sumber suara itu sangat jauh, termasuk suara orang yang akan menghampiri, tanpa harus menolehnya.
Sedangkan mulut berfungsi untuk bicara. Yaitu untuk mengatakan setiap keinginan, mena-nyakan suatu hal, mengajukan pertanyaan, mengungkapkan ide, gagasan dan pemikiran, mengeluarkan saran, kritik dan pendapat, menolak pendapat orang lain, memberi salam dan bicara lainnya. Namun kita harus berpikir dan bertanya dalam hati kenapa mulut kita hanya satu, sedangkan mata dan telinga dua. Itu artinya Allah meminta kita untuk lebih banyak melihat dan mendengar daripada banyak bicara.
Saya tertarik dengan tulisan Erwin Arianto dalam sebuah situs internet. Judulnya : Mendengar yuk .... !!! Dalam tulisan itu dia mengajak kita untuk menjadi seorang pendengar yang baik. Menurutnya, seorang pendengar yang baik dapat membina hubungan yang baik dengan Setiap orang. Karena seorang pendengar yang baik dapat menunjukan sebuah perhatian, dapat menunjukan rasa kepeduliannya dan dapat menunjukan rasa simpatinya kepada orang lain. Sebaliknya orang itu akan segera membalas dengan sikap yang sama. Bukankah kita juga membutuhlan ungkapan seperti itu. Tak bisa dipungkiri orang yang sukses adalah orang dapat mendengar dengan baik.
Dalam tulisan itu juga Erwin Arianto memberikan contoh tentang konflik-konflik yang terjadi di negara kita. Seperti pada aksi demo yang dilakukan orang-orang untuk menentang kebijakan pemerintah atau pihak tertentu. Para pendemo mengorasikan keinginannya dengan pengeras suara agar suaranya di dengar oleh pemerintah atau pihak tertentu. Pada saat yang sama muncul atau sudah siap aparat keamanan yang menyerukan agar pendemo bubar. Timbulah perselisihan antara keduanya. Bentrokanpun tak bisa dihindari lagi. Akibatnya korban berajtuhan dari kedua belah pihak.
Konflik lain terjadi di kantor-kantor, terutama antara atasan dan bawahan. Seringkali atasan merasa memilki kekuasaan yang besar. Atasan juga merasa mempunyai wewenang yang lebih. Karena memiliki kekuasaan dan wewenang, banyak atasan yang bertindak sewenang-wenang. Setiap perkataannya harus dituruti bahawannya. Kalau tidak dia akan memberikan kondite yang buruk, bahkan akan menunda kenaikan pangkat. Sebaliknya banyak bawahan yang tidak mau mendengar perkataan dan menuruti perintah atasan, karena merasa tersinggung dengan sewenang-wenang atasanya. Bahkan berbalik memberikan saran dan kritik serta menyalahkan atasan. Maka terjadilah perselisihan yang berkepanjangan. Masing-masing tidak mau mengalah. Akibatnya salah satunya dimutasikan ke tempat lain.
Konflik juga terjadi di rumah. Istri tidak mau mendengar perkataan suami, sebaliknya suami terkadang tidak mau mendengar saran istri. Maka timbulah pertengkaran. Berhari-hari mereka tidak bertegur sapa, masing-masing merasa benar sendiri. Tidak sedikit mereka harus berakhir dengan perceraian. Tidak berakhir sampai disitu, pertengkaran berbuntuk pada anak. Anak menjadi seorang pembangkang. Konflikpun semakin melebar. Banyak anak yang akhirnya minggat dari rumah.
Itulah contoh orang-orang yang tidak mau menjadi pendengar yang baik. Mereka tidak bisa diam. Mereka tidak bisa menunjukan sikap baiknya. Mereka tidak bisa menahan diri. Mereka tidak dapat bersikap sabar dan tenang. Karena sikap seperti itu mereka tidak bisa memecahkan masalahnya dengan baik, justru telah menimbulkan masalah baru yang lebih rumit. Tentu saja masalah itu semakin sulit untuk dipecahkan.
Kalau saja polisi mau mendengar orasi pendemo, sudah pasti pendemo akan diam, bisa bersikap baik, bisa menahan diri serta bisa bersikap sabar dan tenang. Tidak mungkin pendemo terus berorasi, pasti akan hentinya. Dan pendemo tidak akan melakukan perlawanan. Sebaliknya kalau saja seluruh pendemo mau mendengarkan seruan polisi, sudah pasti polisi akan diam, bisa bersikap baik, bisa menahan diri serta bisa bersikap sabar dan tenang. Karena polisi sedang menjalankan tugasnya. Dan polisi tidak akan memberi tembakan peringatan. Kalau saja keduanya mau menjadi pendengar yang baik, pendemo bisa terus mengorasikan keinginannya, dan polisi bisa melaksanakan tugasnya. Tentu saja perselisihan tidak akan timbul, bentrokan bisa dihindari dan korban tidak berjatuhan.
Kalau saja bawahan mau menuruti perintah atasan, sudah pasti atasan akan diam, bisa bersikap baik, bisa menahan diri serta bisa bersikap sabar dan tenang. Karena atasan memiliki tugas yang lebih berat dan akan dinilai oleh atasan yang lain. Dan atasanpun akan memberikan kondite yang baik dan akan menaikan pangkatnya. Sebaliknya kalau saja atasan mau menerima saran dari bawahan dan tidak bertindak sewenang-wenang, sudah pasti bawahan akan diam, bisa bersikap baik, bisa menahan diri serta bisa bersikap sabar dan tenang. Karena bawahanpun punya kewajiban untuk mendukung kemajuan kantor. Dan bawahanpun akan menjalankan tugas dengan baik. Kalau saja keduanya mau menjadi pendengar yang baik tentu mutasi tidak akan terjadi. Keduanya akan rukun dan akan tercipta suasana kerja yang nyaman.
Demikian juga dengan konflik dalam rumah tangga. Mengapa sampai terjadi pertengkaran, mengapa selama berhari-hari tidak bertegur sapa, bahkan akhirnya harus bercerai. Karena baik suami, istri maupun anak tidak mau menjadi pendengar yang baik. Andai saja tidak begitu, pertengkaran tidak akan ada, perceraian tidak akan terjadi dan anakpun akan tetap di rumah. Ketiganya akan damai dan menyadari kesalahannya masing-masing. Sudah pasti mereka akan bahagia. Bukankah itu salah satu tujuan berumah tangga.
Ini contoh orang-orang yang menjadi pendengar yang baik. Kita sendiri yang mengalaminya. Kita pasti masih ingat masa-masa di sekolah dulu, ketika kita masih menjadi murid Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Pertama (SLP) dan Sekolah Lanjutan Atas (SLA). Ingatkah kita ketika guru sedang mengajar. Kita tidak boleh bicara sedikitpun, apalagi ribut. Kita tidak boleh banyak bergerak, apalagi berjalan-jalan. Kalau tidak menurut, kita akan dimarahi, bahkan akan dihukum oleh guru. Kita menjadi seorang penakut dan harus mau menerima semua pelajaran. Tapi hasilnya luar biasa. Kita bisa membaca dan menghitung. Kita bisa tahu tempat-tempat di seluruh dunia, bisa tahu sejarah Indonesia dan sejarah bangsa-bangsa di dunia, bisa tahu tentang tumbuhan dan hewan, bisa mendapat pengetahuan yang luas dan bisa yang lainnya. Mengapa ? Karena kita telah diajarkan menjadi pendengar yang baik.
Beda lagi ketika kuliah. Di peguruan tinggi sangat beba. Mahasiswa boleh bicara ketika dosen sedang menyampaikan materi. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan, memberikan pendapat, bahkan mendebat dosen. Mahasiswa boleh datang terlambat atau pulang lebih dulu. Terserah, yang penting dosen telah melakukan tugasnya. Hasilnya, tidak semua materi bisa disampaikan oleh dosen. Untuk melengkapinya mahasiswa harus membuka buku lain sebagai referensi. Mengapa ? Karena mahasiswa tidak sepenuhnya diajarkan untuk menjadi pendengar yang baik.
Ini contoh lain orang-orang yang menjadi pendengar yang baik. Orang muslim yang taat setiap Hari Jum’at akan melakukan sholat Jum’at. Coba perhatikan ketika khotib sedang khutbah, semua jamaah tidak boleh bicara, apalagi ngobrol. Kenapa ? Karena bicara itu bisa mengganggu orang lain. Kalau ada jemaah bicara akan dianggap sebagai jemaah yang tidak . Bicara juga dapat membatalkan sholat itu. Kalau sudah batal percuma melakukan sholat juga, karena jamaah itu tidak akan mendapatkan pahala. Bukankan pahala yang dicari. Selain itu dengan tidak bicara, setiap jamaah dapat mendengarkan dengan khusu, sehingga materi dapat diterima dengan jelas. - bersambung -