Imajinasi adalah khayalan atau angan-angan yang timbul dari diri seseorang. Imajinasi dipicu oleh perasaan yang membandingkan antara keadaan dirinya yang buruk dengan keadaan orang lain yang lebih baik. Keadaan buruk itu telah membuat dirinya tidak puas, tidak bahagia dan menderita. Karena perasaan itu timbulah suatu hasrat atau keinginan dari orang itu dengan membayangkan andai saja dia bisa merubah keadaannya yang buruk menjadi keadaan yang lebih baik, mungkin dirinya akan puas, bahagia dan tidak akan menderita lagi.
Mengkhayal berarti membayangkan sesuatu yang belum pernah dialami orang tersebut. Misalnya seorang lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan baru masuk ke peguruan tinggi membayangkan andai saja dirinya sudah menjadi sarjana, pasti dirinya akan bahagia. Karena dengan titelnya dirinya bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, bisa membuktikan kepada orang lain bahwa dirinya bisa mencari uang, bisa menyenangkan kedua orang tuanya dan bisa membantu saudara-saudaranya. Tidak seperti sekarang yang harus mengikuti setiap mata kuliah, berhadapan dengan dosen, menyelesaikan tugas-tugas dan perasaan stres.
Mengkhayal juga bisa berarti membayangkan sesuatu yang pernah dialami, tetapi sekarang sudah berlalu. Misalnya seorang pelari terkenal yang kakinya patah akibat kecelakaan dan sekarang tidak bisa berjalan lagi membayangkan andai saja kecelakaan itu tidak terjadi mungkin kakinya tidak akan patah, dirinya tidak akan lumpuh, seperti ini, mungkin dirinya bisa berjalan, bahkan bisa berlari seperti dulu mengalahkan pelari yang lain. Tidak seperti sekarang jangankan berjalan, berdiripun dirinya tidak bisa apalagi berlari mengelilingi arena.
Mengkhayal berarti membayangkan sesuatu yang belum pernah dirasakan dalam hidupnya. Misalnya orang yang tidak memiliki uang membayangkan kalau dirinya memiliki uang banyak, pasti dirinya akan bahagia. Karena dengan uang yang banyak, dirinya bisa tinggal di rumah megah, biasa mengendarai mobil mewah, bisa keliling dunia dan bisa memenuhi segala keinginannya. Tidak seperti sekarang, tinggal di rumah kontrakan, setiap hari harus naik bis berjubel-jubel dengan penumpang lainnya, jangankan memenuhi semua keinginan, untuk makan saja susah.
Bisa juga mengkhayal berarti membayangkan sesuatu yang pernah dirasakan dimasa yang lalu. Misalnya seorang duda membayangkan andai saja dirinya kembali lagi kepada istrinya, pasti dirinya akan bahagia. Karena setiap saat dirinya bisa selalu berdampingan dengan istrinya dalam suka dan duka, mau makan tinggal ngambil, baju tinggal pakai dan bisa selalu bercanda dengan anak-anaknya. Tidak seperti sekarang, hidup sendiri, makan harus masak sendiri, baju harus mencuci sendiri dan dijauhi anak-anaknya.
Mengkhayal bisa juga berarti membayangkan sesuatu benda yang belum pernah dipunyai sepanjang hidupnya. Misalnya orang yang memiliki sebuah sepeda motor membayangkan andai saja dirinya memiliki mobil baru, pasti dia akan bahagia. Karena dirinya bisa duduk di jok empuk, tidak terkena angin dan hujan serta bisa merasakan sejuknya AC, tubuhpun tak berkeringan. Tidak seperti sekarang yang bisa bepergian dengan sepeda motor dengan jok keras, angin yang menghembus ke dadanya, hujan selalu menyirami tubuhnya dan tubuhnya bau dengan keringat.
Bisa juga mengkhayal dengan membayangkan sesuatu benda yang pernah dimiliki dimasa yang lalu. Misalnya seseorang yang sedang berdiri di depan sebuah rumah membayangkan andai saja dirinya masih tinggal di rumah itu, sudah pasti akan bahagia. Karena dirinya bisa tinggal di kamarnya yang sejuk dan mewah, bisa duduk di sofa dan kursi tamu yang empuk, bisa makan di meja makan yang luas dengan beragam makanan dan minuman. Tidak seperti sekarang dirinya hanya tinggal di kamarnya yang pengap, tidak memiliki sofa dan kursi tamu, makan hanya di warung nasi yang kotor hanya dengan tahu dan tempe. Rasa sesalpun muncul kenapa rumah itu di jual, kenapa dia harus berjudi yang menyebabkan hutangnya menjadi banyak, hingga rumah itu dijual untuk membayar hutangnya.
Imajinasi bukan tak beralasan. Anak kecil suka latah. Ketika baru pulang dari dokter, dia ditanya ibu atau bapaknya. “ Kalau sudah besar ingin menjadi apa ? Spontan anak itu menjawab “ Ingin jadi dokter “. Kembali dia ditanya, “ Kenapa ingin jadi dokter ? Dia menjawab “ Kalau sudah jadi dokter saya akan mengobati ibu dan bapak “. Beda lagi dengan orang dewasa, dia akan menjawab, kalau sudah jadi dokter dia akan mendapatkan uang yang banyak, sehingga hidupnya bisa kaya. Bagi anak kecil, menjadi dokter adalah angan-angannya atau khayalannya atau imajinasinya. Imajinasi tingkat rendah dan dengan alasan yang sangat sederhana. Karena dia membayangkan andai saja dia menjadi dokter. Bagi orang dewasa, menjadi dokter juga menjadi imajinasinya. Imajinasi tingkat tinggi, tapi dengan alasan yang tidak sederhana lagi.
Itulah sedikit gambaran tentang sebuah imajinasi. Namun sebenarnya imajinasi itu tidak hanya sampai disitu. Imajinasi berkembang lebih jauh. Karena dari sebuah imajinasi positip akan dibarengi dengan kerja otak yang positip, sehingga mampu melahirkan pemikiran yang positip. Pemikiran itulah yang akan digunakan sebagai kendaraan untuk mencapai imanjinasi itu. Imajinasi itu pula yang akan menjadi bahan bakar kendaraan itu. Energi akan mengikuti setiap imajinasi. Imajinasi telah melahirkan teori-teori yang spektakuler.
Sadarkah kita kalau hampir semua yang kita nikmati merupakan hasil dari sebuah imajinasi. Seperti rumah kita yang setiap malam terang, lingkungan sekitar rumah, perkotaan dan juga pedesaan yang juga terang. Kita bisa berjalan dengan bebas kemana saja tanpa sebuah lampu atau obor. Itulah hasil imajinasi seorang yang bernama Thomas Alfa Edison. Dari imajinasinya muncul satu kekuatan dalam dirinya hingga dia mampu meciptakan bohlam. Bayangkan kalau di dunia tidak lahir Thomas Alfa Edison, sudah pasti rumah kita, lingkungan sekitar rumah kita, perkotaan dan pedesaan akan gelap gulita. Bagaimana mungkin kita berjalan dimalam hari, tentu kita harus membawa lampu. Namun alangkah ribetnya hidup kita.
Contoh lain adalah telpon. Dengan benda itu kita bisa berkomunikasi dengan orang lain yang jaraknya sangat jauh dengan tidak melihat lawan bicara kita. Bahkan kini lebih berkembang menjadi telpon genggam atau handphone. Alat yang lebih canggih. Dengan alat itu selain kira bisa bicara dalam jarak jauh, kita juga bisa mengirim pesan berupa tulisan dan pesan itu bisa sampai dalam hitungan detik. Bahkan bisa membuka internet. Itu juga tercipta karena imajinasi. Imajinasi seorang yang bernama Graham Bell. Kalau saja tidak lahir orang itu, mungkin kita tidak bisa merasakan seperti ini.
Sebuah situs dengan judul “ Jangan remehkan imajinasi ... !!! telah membantu saya dalam menggambarkan imajinasi. Diambil dari buku “ Sukses Berkat Kekuatan Imajinasi “ yang ditulis oleh Anthony Dio Martin, psikoloh, penulis buku best seller EQ Motivator dan Managing Director HR. Dua kisah menarik dilukiskan dalam tulisan itu, yaitu tentang kisah hidup Mayor James Nesmeth dan Tara Holand. Inilah kutipan kisahnya :
Mayor James Nesmeth adalah seorang tentara yang doyan main golf. Dia begitu tergila-gila dengan golf. Tapi sayang sekali, sebelum menikmati kesempatan itu, dia ditugaskan ke Vietnam Utara. Sungguh sial, saat di Vietnam dia ditangkap oleh tentara musuh dan dijebloskan ke penjara yang pengap dan sempit. Dia tidak diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan siapapun. Situasi pengap, kosong dan beku itu sungguh menjadi siksaan fisik dan mental yang meletihkan baginya. Untunglah, Nesmeth sadar dirinya harus menjaga pikirannya agar tidak sinting. Dia mulai berlatih mental. Setiap hari dengan imajinasinya, dia membayangkan dirinya berada di lapangan golf yang indah dan memainkan golf 18 hole. Dia berimajinasi secara detail. Dia melakukannya rata-rata empat jam sehari selama tujuh tahun. Lantas tujuh tahun kemudian, dia dibebaskan dari penjara. Namun ada saat yang menarik saat main golf kembali untuk pertama kalinya. Ternyata Mayor James Nesmeth mampu mengurangi rata-rata 20 pukulan dari permainannya dulu. Orang-orang pun bertanya kepada siapa dia berlatih. Tentu saja, tidak dengan siapapun. Yang jelas dia hanya beramin dengan imajinasinya. Tetapi, ternyata berdampak pada hasil kemampuannya. Nah, inilah kekuatan imajinasi itu.
Tara Holand, seorang gadis yang bermimpi menjadi Miss Amerika sejak kecil. Pada tahun 1994, dia berusaha menjajaki menjadi Miss Florida. Sayangnya, dia hanya menyabet rener-up pertama. Tahun berikutnya dia mencoba, tapi lagi-lagi hanya di posisi yang sama. Hati kecilnya mulai membisikan untuk berhenti. Bulatkan tekad. Tapi, dia bangkit dan bulatkan tekadnya lagi. Dia pindah ke negara bagian lain, Kansas. Pada tahun 1997, dia terpilih menjadi Miss Kansas. Dan di tahun yang sama dia terpilih menjadi Miss Amerika. Yang menarik, adalah saat Tara diwawancarai setelah kemenangannya, Tara menceritakan bagaimana dia sudah ingin menyerah setelah dua kali kalah di Florida. Tapi, tekadnya sudah bulat. Setelah beberapa tahun kemudian, dia membeli video dan semua bahan yang bisa dipelajari tentang Miss Pagent, Miss Universe, Miss Amerika dan sebagainya. Dia melihatnya berkali-kali. Sekali kali dia melihat para diva meraih penghargaan tertinggi, Tara membayangkan dirinyalah yang menjadi pemenangnya. Satu lagi yang menarik dari wawancaranya apakah dia merasa canggung saat berjalan di atas karpet merah. Dengan mantap, Tara Holand menjawab, “Tidak sama sekali. Anda mesti tahu saya ribuan kali berjalan di atas panggung itu. Seorang reporter menyela dan bertanya bagaimana mungkin dia sudah berjalan ribuan kali di panggung, sementara dia baru pertama kali mengikuti kontes. Tara menjawab “Saya sudah berjalan ribuan kali dipanggung itu .... dalam pikiran saya “.
Tulisan ini juga lahir karena imajinasi. Suatu hari saya iseng-iseng membuka internet di kantor saya. Hal yang paling ingin saya ketahui adalah penerbit, terutama penerbit buku yang mau menerbitkan buku cerita atau fiksi, karena saya sudah membuat sembilan naskah novel yang semuanya belum diterbitkan. Sekali buka langsung saya menemukan sebuah website “ Escaeva “, sebuah penerbit buku yang berkantor di Bogor, kota kelahiran saya. Kebetulan Escaeva sedang mengadakan Ajang Kreasi Kumpulan Cerpen. Saya sangat tertarik dengan kegiatan itu, karena saya memiliki puluhan cerpen. Sayapun ikut dalam ajang tersebut dengan mengirimkan lima buah cerpen pilihan. Saya berharap cerpen-cerpen itu bisa lolos sebagai langkah awal agar novel-novel saya bisa terbit. Di bagian lain saya menemukan berita, bahwa penerbit itu memerlukan buku nonfiksi. Hampir 90 persen naskah yang masuk ke penerbit itu adalah naskah fiksi. Kemungkinan besar bila ada naskah nonfiksi bisa terbit. Mulailah angan-angan saya muncul. Andai saja saya bisa menulis buku nonfiksi, yaitu tentang motivasi, mungkin buku itu akan terbit. Senang sekali rasanya. Tapi saya tidak tahu bagaimana caranya. Karena saya bukan seorang motivator apalagi seorang psikolog. Saya bukan lahir dan besar di lingkungan seperti itu. Saya hanya bisa menulis buku-buku terapan, yaitu teknis perikanan dan saat ini saya sudah menulis sebelas judul buku. Buku-buku itu sudah lama beredar di toko-toko buku di seluruh Indonesia dan ternyata bermanfaat bagi pembaca yang bergerak dalam bidang perikanan. Meski saya tak memiliki modal untuk menjadi motivator, saya tetap berangan-angan atau berimajinasi, saya harus bisa bagaimanapun caranya, saya terus membayangkan rangkaian kata indah, seperti yang ditulis motivator lainnya. Saya ingin hidup saya berguna bagi orang lain. Mulailah saya melakukan persiapan, dengan mempelajari kehidupan saya sendiri, kehidupan teman-teman saya, kehidupan tetangga saya, dan mencari buku di perpustakaan sebagai referensi. Tapi sayang, buku-buku tentang motivasi di perpustakaan sangat, hanya ada dua buah, kebanyakan buku-buku terapan. Akhirnya saya pergi ke toko buku. Menyesal, harga buku-buku itu sangat mahal buat ukuran saya, saya tidak memiliki uang untuk membelinya. Entah kekuatan apa yang muncul dari diri saya, sehingga saya menemukan jalan. Mungkin ini namanya energi positip yang muncul sebagai kekuatan akibat sebuah imajinasi. Kembali saya membuka internet, itulah yang ada dalam benak saya. Di sana saya banyak menemukan tulisan tentang motivasi. Mungkin inilah jalan yang telah ditunjukan Allah kepada saya. Tulisan-tulisan itu telah menjadi salah satu referensi dalam mewujudkan imajinasi saya, selain buku-buku yang dipinjam dari teman-teman saya. Mulailah saya menulis sesuai dengan kemampuan saya. Tak ada waktu tanpa menulis, pagi, siang, sore, terutama malam. Hampir setiap malam saya begadang. Saya hanya menyempatkan tidur rata-rata tiga jam setiap hari. Alhamdulillah Allah telah memberikan kesehatan kepada saya hingga akhirnya bisa menyelesaikan buku ini. Saya kadang suka terharu, bahkan menangis depan komputer ketika saya bisa membaca kembali tulisan saya sendiri. Begitu banyak ide-ide, gagasan dan pemikiran yang positip dari diri saya. Kadang saya tidak percaya dengan semua ini. Kok saya mampu menulis buku setebal ini. Padahal saya bukan ahli pikir. Pendidikan saya sangat minim. Tidak seperti orang lain yang berpendidikan tinggi. Wajar saja bila mereka bisa menjadi psikolog atau motivator yang besar dan populer, karena ditunjang oleh pendidikannya. Sekarang saya tidak tahu, apakah saya seorang motivator atau bukan. Apakah pemikiran-pemikiran saya positip atau tidak. Mungkin hanya pembaca yang akan menilai. Tapi saya ingin membuktikan kalau saya sebagai orang yang berpendidikan rendah mampu membuat sebuah buku motivasi. Inilah kekuatan imajinasi. Saya selalu membaca tulisan Mas Didik Dharmadi, dari Escaeva, siapapun boleh menulis. Terima kasih Mas Didik, itu sebuah motivasi buat saya, hingga saya bisa menulis buku ini.
Tiga kisah di atas menunjukan betapa kuatnya energi dari sebuah imanjinasi. Dengan imajinasinya Mayor James Nesmeth telah membuktikan bahwa dirinya dapat membuat hasil yang sangat mengagumkan. Dengan imajinasinya Tara Holand telah membuktikan bahwa dirinya mampu mengukir prestasi yang spektakuler. Dengan imajinasi pula saya bisa menyelesaikan buku ini, meski saya tidak tahu apakah buku ini baik atau buruk. Yang pasti saya telah membuktikan betapa besar motivasi yang timbul akibat imajinasi. Kekuasaan boleh memenjarakan fisik, membungkam mulut, tetapi sama sekali tidak bisa memasung imajinasi.
Sekarang cobalah bangkitkan imajinasi kita. Cobalah bayangkan andaikan kita mengalami sesuatu yang paling indah. Cobalah bayangkan andaikan kita merasakan sesuatu yang paling nikmat. Cobalah bayangkan andaikan kita memiliki sesuatu yang paling didambakan. Anggap saja seolah-olah kita sedang mengalaminya, sedang merasakannya, sedang memilikinya. Kita akan berbuat ini, itu dan perbuatan lainnya yang menyenangkan hati kita. Kita pasti merasakan dalam sekejap saja muncul energi positip yang sangat kuat, hingga memotivasi kita untuk berpikir mencari jalan guna mewujudkan imajinasi itu. - bersambung -